Marhaban ya Ramadhan. Sebentar lagi kita akan memasuki bulan Ramadhan 1428 H. Maka, sudah semestinya, sebagai seorang Muslim ––sebagaimana dituntunkan oleh Rasulullah Muhammad Saw–– kita menyambutnya dengan suka cita dengan keimanan penuh. Kita tidak akan melaksanakan sesuatu dengan baik, kecuali jika kita mempersiapkan diri dengan baik pula. Begitupun dalam menyambut bulan Ramadhan. Rasulullah dan para shahabat sangat bersemangat tiap kali menyambut datangnya bulan Ramadhan. Mereka dengan sangat serius mempersiapkan diri agar bisa memasuki bulan Ramadhan dan melakukan segala amalan di dalamnya dengan penuh keimanan, keikhlasan, semangat dan kesungguhan. Maka, jelas sekali keberhasilan kita dalam menjalani seluruh amal shaleh pada bulan Ramadhan dan akhirnya dapat meraih seluruh kebaikan bulan Ramadhan, sangat dipengaruhi oleh sejauh mana kita mempersiapkan diri.
Persiapan paling penting yang harus kita lakukan adalah persiapan mental dan ilmu. Mempersiapkan mental artinya menyiapkan jiwa kita dengan cara membangkitkan suasana keimanan dan spirit, atau semangat ketakwaan pada diri kita. Cara yang paling manjur adalah dengan memperbanyak ibadah, khususnya puasa sunnah sebagaimanya dicontohnya oleh Rasulullah, dengan memperbanyak puasa Sya’ban, bahkan menyambungnya hingga bulan Ramadhan. Ummul Mukminin, Aisyah ra. menuturkan:
«مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ»
Aku tidak melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh, kecuali Ramadhan dan aku tidak melihat Beliau lebih banyak berpuasa dibandingkan dengan pada bulan Sya’ban (HR al-Bukhari dan Muslim).
«كَانَ أَحَبَّ الشُّهُورِ إِلَى رَسُولِ اللهِ أَنْ يَصُوْمَهُ شَعْبَانُ ثُمَّ يَصِلُهُ بِرَمَضَانَ»
Bulan yang paling Rasul saw. sukai untuk berpuasa di dalamnya adalah Sya’ban, kemudian Beliau menyambungnya dengan (puasa) Ramadhan. (HR Abu Dawud, an-Nasa’i dan Ahmad).
Rasulullah memposisikan puasa Sya’ban itu sebagai persiapan untuk menjalani Ramadhan. Anas ra. menuturkan bahwa Nabi saw. pernah ditanya:
«أَيُّ الصَّوْمِ أَفْضَلُ بَعْدَ رَمَضَانَ فَقَالَ شَعْبَانُ لِتَعْظِيمِ رَمَضَانَ»
Puasa manakah yang paling utama setelah puasa Ramadhan? Rasul pun menjawab, “Puasa Sya’ban untuk mengagungkan Ramadhan.” (HR at-Tirmidzi).
Maka, berpuasa sunnah di bulan Sya’ban memiliki keutamaan yang sangat besar, lebih besar daripada puasa pada bulan lainnya. Sedemikian penting dan utamanya sampai ‘Imran bin Hushain menuturkan, bahwa Rasul saw. pernah bertanya kepada seorang Sahabat:
«هَلْ صُمْتَ مِنْ سُرَرِ هَذَا الشَّهْرِ شَيْئًا يَعْنِيْ شَعْبَانَ قَالَ لاَ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ فَإِذَا أَفْطَرْتَ مِنْ رَمَضَانَ فَصُمْ يَوْمَيْنِ مَكَانَهُ»
Apakah engkau berpuasa pada akhir bulan ini (yakni Sya’ban)?” Laki-laki itu menjawab, “Tidak.” Lalu Rasulullah saw. bersabda kepadanya, “Jika engkau telah selesai menunaikan puasa Ramadhan, maka berpuasalah dua hari sebagai gantinya.” (HR Muslim).
Apa hikmah dari puasa Sya’ban itu? Usamah bin Zaid pernah bertanya kepada Rasulullah saw.:
«يَا رَسُول اللهِ، لَمْ أَرَكَ تَصُوْمُ مِنْ شَهْر مِنْ الشُّهُور مَا تَصُوم مِنْ شَعْبَان، قَالَ : ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفَلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَان، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَالُ إِلَى رَبّ الْعَالَمِينَ ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ»
“Ya Rasulullah, aku tidak melihat engkau berpuasa pada bulan-bulan lain seperti engkau berpuasa pada bulan Sya’ban.” Rasul menjawab, “Bulan itu (Sya’ban) adalah bulan yang dilupakan oleh manusia, yaitu bulan di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan itu adalah bulan diangkatnya amal-amal manusia kepada Tuhan semesta alam. Aku suka amal-amalku diangkat, sementara aku sedang berpuasa.” (HR Abu Dawud dan an-Nasa’i; disahihkan oleh Ibn Khuzaimah).
Pendek kata, puasa sunnah di bulan Sya’ban, di samping akan mendapatkan pahala yang besar dan keutamaan di sisi Allah, juga merupakan sarana latihan guna menyongsong datangnya Ramadhan. Al-Hafizh Ibn Rajab mengatakan, “Dikatakan tentang puasa pada bulan Sya’ban, bahwa puasa seseorang pada bulan itu merupakan latihan untuk menjalani puasa Ramadhan. Hal itu agar ia bisa memasuki puasa Ramadhan tidak dengan berat dan beban. Sebaliknya, dengan puasa Sya’ban, ia telah terlatih dan terbiasa melakukan puasa. Dengan puasa Sya’ban sebelumnya, ia telah menemukan lezat dan nikmatnya berpuasa. Dengan begitu, ia akan memasuki puasa Ramadhan dengan kuat, giat dan semangat.”
Para ulama di masa lalu sangat memperhatikan pelaksanaan semua amal kebaikan pada bulan Sya’ban. Mereka, sejak memasuki bulan Sya’ban, telah memperbanyak membaca al-Quran, menelaah dan memahami isinya dan men-tadabbur-i kandungannya. Bahkan Habib ibn Abi Tsabit, Salamah bin Kahil dan yang lain menyebut bulan Sya’ban ini sebagai Syahr al-Qurân.
Mari Sambut Ramadhan
Sebentar lagi bulan Ramadhan akan tiba. Mari kita gunakan waktu yang bersisa di bulan Sya’ban ini untuk betul-betul menyiapkan diri memasuki bulan Ramadhan. Ajaklah diri, keluarga dan orang-orang yang ada di sekitar kita guna menyongsong datangnya bulan Ramadhan. Perbanyak puasa sunnah, baca al Qur’an dan telaah kandungannya, perbanyak sedekah dan amal shaleh lainnya, termasuk bergiat melakukan shalat tahajjud. Agar kita nanti mampu menjalani Ramadhan dengan penuh makna, maka hendaknya kita pun sejak sekarang menyiapkan diri melakukan amal kebaikan yang akan kita lakukan selama bulan Ramadhan.
Bulan Ramadhan adalah bulan ketaatan. Bulan Ramadhan adalah bulan murâqabah. Ramadhan juga adalah bulan pengorbanan di jalan Allah. Di dalamnya setiap muslim dituntut untuk berkorban dengan menahan rasa lapar dan dahaga demi meraih derajat taqwa. Taqwa adalah puncak hikmah dari ibadah shaum pada bulan Ramadhan. Perwujudan taqwa secara individu tidak lain adalah dengan melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Adapun perwujudan taqwa secara kolektif adalah dengan menerapkan syariah secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Puasa Ramadhan tentu kurang bermakna, jika tidak ditindaklanjuti oleh pelaksanaan syariah secara kaffah dalam kehidupan, karena justru itulah sesungguhnya wujud ketaqwaan yang hakiki.
Terakhir, marilah kita simak dan renungkan kembali penggal pesan-pesan Rasulullah yang disampaikan di penghujung bulan Sya’ban, sesaat sebelum memasuki bulan Ramadhan:
Wahai manusia, kalian telah dinaungi bulan yang agung, bulan penuh berkah, bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Allah telah menjadikan puasa pada bulan itu sebagai suatu kewajiban dan shalat malamnya sebagai sunnah. Siapa saja yang ber-taqarrub di dalamnya dengan sebuah kebajikan, ia seperti melaksanakan kewajiban pada bulan yang lain. Siapa saja yang melaksanakan satu kewajiban di dalamnya, ia seperti melaksanakan 70 kewajiban pada bulan lainnya.
Bulan Ramadhan adalah bulan sabar; sabar pahalanya adalah surga. Ia juga bulan pelipur lara dan ditambahnya rezeki seorang mukmin. Siapa saja yang memberikan makanan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa, ia akan diampuni dosa-dosanya dan dibebaskan lehernya dari api neraka. Ia akan mendapatkan pahala orang itu tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun.
Para Sahabat berkata, “Kami tidak memiliki sesuatu untuk memberi makan orang yang berpuasa puasa?” Rasulullah saw. menjawab:
Allah akan memberikan pahala kepada orang yang memberi makan untuk orang yang berbuka berpuasa meski dia hanya memberi sebutir kurma, seteguk air minum atau setelapak susu.
Ramadhan adalah bulan yang awalnya adalah rahmah, pertengahannya adalah maghfirah dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka. Siapa saja yang meringankan hamba sahayanya, Allah akan mengampuninya dan membebaskannya dari api neraka. Perbanyaklah pada dalam Ramadhan empat perkara, dua perkara yang Tuhan ridhai dan dua perkara yang kalian butuhkan. Dua perkara yang Tuhan ridhai adalah kesaksian Lâ ilâha illâ Allâh Muhammad Rasûlullâh dan permohonan ampunan kalian kepada-Nya. Adapun dua perkara yang kalian butuhkan adalah: kalian meminta kepada Allah surga dan berlindung kepada-Nya dari api neraka. (HR Ibn Khuzaimah dalam Shahih Ibn Khuzaimah dan al-Baihaqi di dalam Syu’âb al-Imân)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar