11 September 2008

Keutamaan Itikaf Di Bulan Ramadhan

Bismillahirrahmaanirrahiim

SAUDARAKU yang baik, i'tikaf pada intinya adalah berdiam diri di masjid, berkhalwat (mengasingkan diri), dengan niat dan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam pengertian yang lain i'tikaf ialah memutuskan hubungan dengan makhluk, untuk menghubungkan diri dengan Khalik-Nya, melalui jalan pengkhidmatan dan berdiam secara khusuk melaksanakan ibadah.
Alangkah baiknya pekerjaan sunah ini untuk melakukannya, karena sesuatu ibadah yang wajib apabila tidak didukung dengan ibadah yang sunah dianggap kurang sempurna. Kalau kita lihat akan i'tikaf adalah bagian dari pekerjaan yang disunnahkan, maka pahalanya bernilai tinggi. Apalagi Rasulullah SAW selalu beri'tikaf setiap bulan Ramadhan, selam 10 hari terakhir. Pada tahun Beliau wafat, bahkan beri'tikaf selama 20 hari. Selanjutnya jejak Rasulullah SAW beri'tikaf di bulan Ramadhan, diikuti oleh isteri dan para sahabatnya, baik ketika Nabi masih hidup, maupun setelah wafat.
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari menandaskan, "Bahwa Rasulullah beri'tikaf pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan hingga beliau wafat". Kegiatan i'tikaf ini dihubungkan dengan kedatangan Lailatul Qadar yang sebagian besar pendapat menyatakan jatuh pada malam ganjil 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Siti Aisyah: "Rasulullah SAW jika telah masuk sepuluh hari terakhir (Ramadhan), Beliau mengikatkan kainnya dan menghidupkan malamnya, serta membangunkan keluarganya" . Aisyah juga berkata, "Rasulullah SAW beri'tikaf pada 10 hari terakhir dari Ramadhan hingga Beliau meninggal dunia. Kemudian isteri-isteri Beliau juga beri'tikaf setelah wafatnya" (HR Bukhari dan Muslim).
Begitu pentingnya ibadat i'tikaf dalam pandangan Rasulullah SAW sehingga tak pernah meninggalkannya. Akan tetapi sudah banyak orang yang melupakannya. Apalagi kesibukan urusan duniawi semakin hari semakin erat mengikat. Maka i'tikaf mungkin hanya tinggal kenangan. Sesuatu ibadah sunah yang sangat dianjurkan tapi justru semakin dilupakan.
I'tikaf merupakan sarana meningkatkan kualitas ketaqwaan yang sangat efektif bagi seorang muslim dalam memlihara keislamannya. Pengembangan rohaniyah akan lebih sempurna apabila telah kita lengkapi dengan beri'tikaf di masjid. Dengan i'tikaf sejenak kita tinggalkan urusan dunia dan mengisi rohani dengan berbagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Orang yang beri'tikaf memperbanyak membaca Al-Qur'an, ibadat-ibadat sunat, tasbih, takbir, tahmid, istighfar, shalawat kepada Nabi Muhammad SAW dan amalan-amalan lain yang dibolehkan oleh syara.
Walaupun i'tikaf berarti mengasingkan diri, namun orang yang beri'tikaf dimakruhkan menahan diri berbicara kepada orang lain yang ditemui di dalam masjid selama beri'tikaf. Diam di dalam masjid, bukan berarti orang yang beri'tikaf tidak boleh ke luar masjid. Untuk buang air, mengantar keluarga, mandi, diperbolehkan, karena tidak membatalkan i'tikaf. Yang dilarang adalah melakukan kewajiban suami isteri. Larangan ini langsung dari Allah SWT, S. Al-Baqarah 187, "Dan janganlah kamu menyetubuhi isterimu, selagi kamu sedang beri'tikaf di dalam masjid".
Saudaraku, memang i'tikaf terasa berat untuk kita lakukan. Harus diam di mesjid, bershalawat, menjaga larangan-larangan yang dapat membatalkan i'tikaf. Di bulan Ramadhan sekarang ini mari kita coba memulai i'tikaf meski memiliki waktu sempit akibat himpitan dan tuntutan pekerjaan. Kalau tidak sekarang lantas kapan lagi? Wallahu a'lam

Tidak ada komentar: